Warga tampak antusias melihat buaya dari dekat. foto: Agus KPI Hari masih cukup pagi. Seperti biasa, saya habiskan dengan secan...
Warga tampak antusias melihat buaya dari dekat. foto: Agus KPI |
Hari masih cukup pagi. Seperti biasa,
saya habiskan dengan secangkir kopi di pecinan jalan Gajahmada bersama Arief
Nugroho, wartawan Pontianak Post. Saat asik menghisap racun, Arief membuka
omongan, jika ada warga Teluk Pakedai menangkap seekor buaya. Spontan saja saya
reflek.
“Yok Bg pergi,”
“Aku belum tahu jelas Teluk Pakedai-nya
di mana, Cuma dapat info,” kata Arief. Mendengar itu saya hanya
manggut-manggut, sesekali menyesap kopi pancong dan mengisap racun. “Kau pernah
ke Teluk Pakedai,” tanya arif.
“Pernah Bg, tapi ndak sampa Teluk
Pakedai. Cuma sampai penyebrangan. Yok bg kita cari,” jawab saya mengajak.
“Aku gonceng ye,” timpal Arief
“Ok”
Tak menunggu kopi habis, kami
bergegas memilas gas kendaraan. Rute Sungai Raya Dalam jadi pilihan, sebab
hanya lewat itu yang saya tahu. Butuh waktu satu jam melewati jalan selebar 2
meter berbahan dasar semen untuk sampai di penghujung tanah. Kami lalu menunggu
kapal motor untuk menyebrang.
“Bg ada dengar orang nangkap buaya
ndak?,”
“ada, udah 3 hari yang lalu, itu di
kampung madura, tak jauh dari sini. Jalan lurus jak nanti, ada buaya tu di
depan rumah” jawab seorang penumpang kapal motor. Mendengar itu, raut muka kami
sumringah. Sebab ada informasi menarik yang bisa di bagikan untuk masyarakat.
Benar saja, kurang dari 500 meter,
mata terbelalak melihat seokor buaya tepat berada di emperan rumah warga. Segera
saja standar motor saya jagang dan melihatnya dari dekat. Begini awal
penangkapan buaya tersebut.
Muhammad Syarif (28), warga Kampung
Madura, Desa Sungai Nipah, Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya,
mendadak pingsan, setelah melihat Buaya diseret ke
halaman rumahnya. Sebelumnya, sama sekali tidak terfikirkan olehnya, jika yang
menerkam kedua pahanya seekor predator air berukuran 4 meter. Meski buaya sudah tertangkap, hingga saat ini, cengkaraman itu masih
tergiang diingatannya.
Seperti biasanya, hari itu Kamis,
(01/05/15) lalu, Syarif berniat mandi di sungai, tepat depan rumahnya.
Kebetulan, tubuhnya tidak berada diatas jamban, melainkan didalam air, sedang
menggosok gigi. Tidak berselang lama, ia merasa terkejut ketika pahanya seperti
tercengkram gigitan seekor bintang.
"Lagi mandi di sungai, tiba-tiba ada yang mengigit," kata Syarif.
Merasa terkejut, ia mencoba melawan, menghindar. Tanganya, seketika reflek memukul sesuatu yang mencengkramnya dengan sebuah sikat gigi yang di pegangnya. "Takut campur gemetar, ada sikat gigi saya pukulkan ke air," ujarnya.
Tak lama, cengkaraman itu terlepas dari kedua pahanya. Merasa terbebas, Syarif lantas bergegas keluar dari air. Darahnya seketika itu bercucuran saat naik ke daratan. Terdapat bekas gigitan tajam, dan meninggalkan bekas. Sebelum diketahui jika yang mencengkramnya itu seeokor buaya, dirinya mengira itu seekor labi-labi.
"Lagi mandi di sungai, tiba-tiba ada yang mengigit," kata Syarif.
Merasa terkejut, ia mencoba melawan, menghindar. Tanganya, seketika reflek memukul sesuatu yang mencengkramnya dengan sebuah sikat gigi yang di pegangnya. "Takut campur gemetar, ada sikat gigi saya pukulkan ke air," ujarnya.
Tak lama, cengkaraman itu terlepas dari kedua pahanya. Merasa terbebas, Syarif lantas bergegas keluar dari air. Darahnya seketika itu bercucuran saat naik ke daratan. Terdapat bekas gigitan tajam, dan meninggalkan bekas. Sebelum diketahui jika yang mencengkramnya itu seeokor buaya, dirinya mengira itu seekor labi-labi.
"Ndak tahu, awalnya binatang
apa yang menggigit. Perkiraan saya labi-labi. Pokoknya, laju (cepat) waktu
nyambar," terang Syarif.
Menerima kabar satu diantara warga mendapati luka gigitan seeokor binatang, sejumlah masyarakat lalu menyampaikannya ke seorang pawang. Mendengar informasi tersebut, Sarwit (38) dan Muhammad Daud (43) yang dipercaya seorang pawang buaya itu, lantas bergegas menuju rumah Syarif, guna memastikan bekas gigitannya. Dua bersaudara yang sudah paham persoalan buaya itu, kemudian memastikan, jika Syarif digigit seekor buaya.
Menerima kabar satu diantara warga mendapati luka gigitan seeokor binatang, sejumlah masyarakat lalu menyampaikannya ke seorang pawang. Mendengar informasi tersebut, Sarwit (38) dan Muhammad Daud (43) yang dipercaya seorang pawang buaya itu, lantas bergegas menuju rumah Syarif, guna memastikan bekas gigitannya. Dua bersaudara yang sudah paham persoalan buaya itu, kemudian memastikan, jika Syarif digigit seekor buaya.
"Awalnya, warga setempat
mengira, syarif digigit ikan. Namun, itu bukan, melainkan seekor buaya," ungkap Sarwit, warga Sungai Pulau, Teluk Pakedai
I.
Merasa keberadaan buaya
sudah meresahkan warga, dirinya dan sejumlah warga sepakat untuk menangkapnya.
Hari itu juga, lima buah pancing berumpan seekor ayam dan bebek dipanjar di
aliran Sungai Nipah. Malam itu juga, umpannya seperti mendapat sambaran hebat.
Ditengah sungai, riak air bergelombang kuat. Terdengar suara hebat.
"Jumat, sekitar pukul 01.00
dini hari, umpannya dimakan. Begitu tahu, kami (Pawang bersaudara) lantas
bergegas menaiki perahu bermesin robin, mengejarnya hingga ke muara sungai,
dengan memegang erat tali pancing," papar Sarwit, menceritakan ketegangan
malam itu.
Sarwit sedang melemparkan kain untuk menutup mata buaya foto: Agus KPI |
Terjadi perlawanan sengit. Kekuatan
buaya mampu membalikkan perahu. Ia yang saat itu berada
diatas sampan dengan saudaranya itu, sempat mengaku kewalahan.
Puluhan mata menyaksikan pergulatan
dua pawang bersaudara melawan seekor buaya. Sarwit dan
Muhammad Daud. Kedua saudara ini sudah menorehkan nama besarnya "Pawang Buaya" dengan mengantongi 9 ekor Crocodile
tertahlukkan, kurun waktu 5 tahun. Torehan istimewa tentunya, ketika seorang
manusia, mampu mengalahkan seekor buaya dengan kekuatan
supernya.
Ia tidak sendiri, ada Mumamad Daud bin Yusuf (43). Perawakan sedikit kecil, namun gempal. Dua bersaudara itu, penantang andrenalin "Pawang Buaya". Sembari menunggu peruntungannya, keduanya memastikan keadaan sekitar menggunakan sebuah perahu bertenaga robin.
Ia tidak sendiri, ada Mumamad Daud bin Yusuf (43). Perawakan sedikit kecil, namun gempal. Dua bersaudara itu, penantang andrenalin "Pawang Buaya". Sembari menunggu peruntungannya, keduanya memastikan keadaan sekitar menggunakan sebuah perahu bertenaga robin.
"Pucuk dicinta, ulampun
tiba", sebait puisi yang pernah dipopulerkan grup band Arwana, sepertinya
tepat disuasana mencengkramkan malam itu. Umpan pancing disambar seekor buaya buruannya. Riak sunga yang lengang, mendadak meluapkan
gemuruhnya. Mendebarkan pastinya. Sekelebatan ekor buaya
tampak meriuhkan keheningan.
"Suara yang ditimbulkan,
persis bunyi sapi. Mbolurruukkk...," ujar Kepala Desa Sungai Nipah
Suherman mengingat suasana mencekam malam itu.
Suherman, tak sempat menikmati
tidur ketika itu. Ia memilih terjaga dengan sejumlah warganya. "Perahu
pawang sempat terbalik malam itu," timpalnya.
Bagaimana tidak terbalik, saat itu
umpan ditarik buaya hingga ke muara sungai. Pawang
bersaudara, mengikutinya menggunakan perahu, tanpa sedikitpun melepaskan
pandangan ke buruan. Terjadi perlawanan sengit, saling tarik menarik.
Beruntung, sang pawang membawa sebuah tombak.
"Saya tombak, kena matanya.
Akhirnya tenaganya sedikit melemah," kata Sarwit.
Malam itu, genap 9 ekor buaya ditaklukannya. Beruntung, dua bersaudara selamat dari
perburuan. Profesi menjadi Pawang Buaya, disandangnya
turun temurun dari silsilah keluarganya "Yusuf". Mengahadapi predator
buas, sudah tak ada rasa takut bagi keduanya. Menurut Sarwit, awal sebelum
dirinya memutuskan untuk menjadi pawang, harus dilakukan tes terlebih dahulu
oleh sesepuhnya. Jika tidak lulus, maka kemampuan pawang buaya,
tidak terwarisi.
"Sudah tidak ada rasa takut.
Intinya ikhlas untuk membantu orang," ungkap Sarwit.
Dari kesekian kalinya menantang
maut, dirinya mengakui belum pernah mengalami luka. "Sudah belasan tahun
seperti ini. Yang paling besar, beratnya mencapai 1 ton 400 di daerah di Spok
Laut," kata sarwit, yang juga bekerja sebagai pemotong kayu itu.
Namun, usaha kerasnya, tak
sebanding dengan yang didapatkannya. Jika dirinya berhasil menangkap buaya, hanya upah sekedarnya alias sukarela dari warga yang ia
peroleh.
"Biasanya patungan dari warga. Biasanya dari hasil sumbangan masyarakat, yang kebetulan pengen lihat," ungkapnya lesu.
Ia berharap, ada pemerintah yang memberikan sedikit upah jerih payahnya. Meski tak sebanding dengan nyawanya. Sesampainya ditepian sungai, puluhan warga sudah siaga. Buaya diseret menggunakan sampan menuju rumah Syarif.
"Biasanya patungan dari warga. Biasanya dari hasil sumbangan masyarakat, yang kebetulan pengen lihat," ungkapnya lesu.
Ia berharap, ada pemerintah yang memberikan sedikit upah jerih payahnya. Meski tak sebanding dengan nyawanya. Sesampainya ditepian sungai, puluhan warga sudah siaga. Buaya diseret menggunakan sampan menuju rumah Syarif.
"Ada 40 orang, turut membantu menariknya kedaratan. Itupun susah payah. Dari pukul 01.00, hingga menjelang subuh," terangnya.
Menurut Syarwit, buaya tersebut harus diletakkan ditempat korban, jika sudah tertangkap. "Memang gitu aturannya, harus ditemukan dengan korban. Buaya sudah merasa bersalah, dan dia (buaya) menyerah," tukasnya.
Buaya yang ia
tangkap kali ini, dia sebut jenis buaya katak yang
membahayakan manusia. "Warnanya itam bingal, jenis buaya
katak, berjari 4. Kalau depan lima- belakang ndak bahayakan orang. Buaya katak jari 4 depan 5 belakang sangat membahayakan
manusia," bebernya
Buaya berjenis
kelamin laki-laki dengan panjang mencapai 4 meter, berat 400 kilogram,
kondisinya terpaut seutas tali di halaman rumah Syarif, yang merupakan korban
dari gigitan buaya tersebut.
Meski sudah tiga hari berada didaratan, namun gerakannya masih menampakkan keganasannya. Sekelebatan ekor dan badannya, melengak-lenggok, seperti berusaha untuk berontak dan kabur. Badanya tampak kering, beberapa luka tampak dibagian punggungnya. Sesekali, warga menyiramkan air ketubuhnya.
Berada tepat dipinggir jalan, buaya itu menjadi tontonan warga sekitar, maupun pengguna jalan yang kebetulan melintas. Meski tak banyak yang mendekat, mulut mereka seperti terkatup rapat. Walaupun, ada beberapa pria yang memberanikan diri, untuk mengabadikan buaya tersebut.
Meski sudah tiga hari berada didaratan, namun gerakannya masih menampakkan keganasannya. Sekelebatan ekor dan badannya, melengak-lenggok, seperti berusaha untuk berontak dan kabur. Badanya tampak kering, beberapa luka tampak dibagian punggungnya. Sesekali, warga menyiramkan air ketubuhnya.
Berada tepat dipinggir jalan, buaya itu menjadi tontonan warga sekitar, maupun pengguna jalan yang kebetulan melintas. Meski tak banyak yang mendekat, mulut mereka seperti terkatup rapat. Walaupun, ada beberapa pria yang memberanikan diri, untuk mengabadikan buaya tersebut.
Bujang Hamid (53) satu diantara
warga sekitar mengatakan, di wilayahnya, baru kali ini buaya
berkeliaran dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Meski belum sempat menelan
korban jiwa, dirinya mengaku resah. Namun, ia juga bersyukur, buaya
itu bisa secepatnya ditangkap.
Kepala Desa Sungai Nipah, Suherman
mengungkapkan, semenjak kejadian adanya warga yang tergigit, masyarakat mulai
resah. Mereka takut untuk beraktivitas di sungai. Ia juga mengatakan, selama ia
tinggal ditempat itu, baru pertama kalinya ada kejadian seperti ini. Meski
keberadaannya sudah diketahui, akan tetapi tidak menggangu warga.
"Bersyukur, sudah ditangkap.
Dengan kejadian ini, warga Paling tidak waspada bisa waspada," kata
Suherman.
Ia menambahkan, buaya
ini nantinya, akan diserahkan ke pemerintah yang berwenang. "Hanya saja,
kami tidak bisa memberikan apa-apa kepada pawang. Kita berharap, pemerintah
bisa memberikan kebijakan sedikit, karena pwang itu sudah membantu
masyarakat," ungkapnya.
Buaya rawa Yang
di tangkap oleh Sarwit dan saudaranya itu, kini menempati hunian barunya,
di kebun binatang Singka Zoo, Singkawang.
lembaga konservasi satwa yang dilindungi itu, memiliki legalitas resmi dari Kementrian Kehutanan. Di Kalimantan Barat, ada tiga lembaga resmi. Satu diantaranya di Singkawang, lainnya di Kabupaten Ketapang dan Sintang.
lembaga konservasi satwa yang dilindungi itu, memiliki legalitas resmi dari Kementrian Kehutanan. Di Kalimantan Barat, ada tiga lembaga resmi. Satu diantaranya di Singkawang, lainnya di Kabupaten Ketapang dan Sintang.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar Parsaoran Samosir mengatakan, buaya muara hasil tangkapan warga jumat lalu, sore harinya
lansung dikirim dan diserahkan ke pengelolah Singka Zoo.
"Kemarin, kita sudah serah
terima dengan warga. Sore harinya langsung kami bawa ke Singka Zoo," kata
Samosir
Langkah itu, menurutnya dinilai
tepat. Apalagi, guna penyelamatan satwa yang dilindungi. Selain itu, buaya sepanjang, 3,5 meter yang diserahkan oleh warga,
menurutnya pihak BKSDA sesuai prosedur yang berlaku. "Warga menyerahkan,
kami punya kewajiban untuk melindunginya,"tambahnya.
Dijelaskan Samosir, meski buaya muara itu sudah diserahkan, pihaknya masih punya kewajiban untuk melakukan pemantauan terkait kesehatan hewan dilindungi itu. Menurutnya, sampai saat ini BKSDA belum ada tempat rehabilitasi satwa hingga disimpan di Sinka Zoo.
Dijelaskan Samosir, meski buaya muara itu sudah diserahkan, pihaknya masih punya kewajiban untuk melakukan pemantauan terkait kesehatan hewan dilindungi itu. Menurutnya, sampai saat ini BKSDA belum ada tempat rehabilitasi satwa hingga disimpan di Sinka Zoo.
"Kita tidak lepas tangan,
tetap kita minta laporannya secara rutin, terkait kondisi hewan itu," ujar
Samosir.
Bukan kali ini saja, warga
Kabupaten Kubu Raya dihantui kecemasan mendalam, akibat kehadiran buaya. Tahun 2013 silam, buaya muara
(Crocodylus porosus) sepanjang 4 meter meneror Sungai Udang, Desa Sungai
Rengas, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Merasa terancam
keselamatannya, sejumlah warga berinisiatif menangkapnya hidup-hidup. Buaya seberat sekitar 300 kilogram itu, berhasil
ditangkap. Selanjutnya, dievakuasi ke Sinka Zoo, Kota Singkawang.
Menurut Samosir, buaya
muara ini sangat ganas dan sering melukai masyarakat. “Tapi buaya
ini menjadi ganas karena habitat sudah terkikis. Akhirnya dia masuk permukiman
warga untuk mencari makan.” paparnya
Dia memerkirakan, buaya
ini hidup di rawa-rawa dan biasa dijumpai di Kecamatan Teluk Pakedai dan Sungai
Kakap. Seiring pembangunan tambak-tambak udang yang kian menjamur, buaya ini kehilangan habitat dan sumber pakan. “Tidak ada
pilihan lain, kita harus rehabilitasi secepatnya ke Sinka Zoo, karena kita tak
punya tempat seperti itu.”sebutnya
Hanya saja, Samosir belum
memastikan, sampai kapan kedua buaya asal Kubu Raya itu,
akan dilepasliarkan. “Kita belum tahu sampai kapan buaya
ini ada di pusat rehabilitasi. Pemerintah membutuhkan hewan itu, untuk
dikembangbiakan. Selain itu, juga untuk edukasi masyarakat tentunya,"
tukasnya.
Aldri Aliayub, Pemerhati Sosial dan
Lingkungan Kalimantan Barat menilai, langkah BKSDA mengevakuasi buaya
ke Singka Zoo bukan solusi yang tepat. Seharusnya, hewan itu dilepasliarkan ke
habitat asalnya.
"Sebaiknya, dilepas kehabitat
semula, yang jauh dari pemukiman warga. Bukannya direhabilitasi," ujar Aldri
Menurutnya, jika buaya
itu dilepas, bisa menjaminan hidup satwa. "Dilepas ke muara, lebih
baik. Kalau di simpan ditempat karantina, dibawa ke singkawang, itu ndk
jamin hidup tak lebih baik," timpalnya.
Seharunya, Kewenangan BKSDA itu
menyelamatkan satwa. Menyiapkan infrastruktur penyelamatan. Bukan menyerahkan
ke pihak lain seperti Sinka Zoo. Di sana akan terjadi komersialisasi. "Dan
itu, tidak menutup kemungkinan," katanya
Dalam pandangan Adri, anatomi satwa seperti buaya muara sepanjang itu sudah masuk dewasa. “Harusnya dikembalikan langsung ke habitat. Tentu dilepasliarkan jauh dari lingkungan warga. Tujuanya untuk menjaga kelansungan hidup, kedua efektiftias satwa dan mobilisasinya. Jangan sampai ada komersialisasi.” Tegasnya.
Dalam pandangan Adri, anatomi satwa seperti buaya muara sepanjang itu sudah masuk dewasa. “Harusnya dikembalikan langsung ke habitat. Tentu dilepasliarkan jauh dari lingkungan warga. Tujuanya untuk menjaga kelansungan hidup, kedua efektiftias satwa dan mobilisasinya. Jangan sampai ada komersialisasi.” Tegasnya.
Adri juga mengapresiasi tingginya
kesadaran masyarakat yang sangat luar biasa terhadap satwa yang dilindungi.
Ditambah pemahaman warga, melaporkan ke pihak berwenang.
"Point pentingya itu,
menangkap melapor, itu yang diapreasi," katanya.
Ada dua faktor, kenapa satwa itu bisa masuk ke pemukiman warga. Pertama jangka panjang dan pendek. Ia mencontohkan, jangka panjang seperti pembangunan pelabuhan, pengerukan muara. " Itu ganggunan habitat panjang, sementara jangka pendek, perubahan iklim dan air surut," pungkasnya
Ada dua faktor, kenapa satwa itu bisa masuk ke pemukiman warga. Pertama jangka panjang dan pendek. Ia mencontohkan, jangka panjang seperti pembangunan pelabuhan, pengerukan muara. " Itu ganggunan habitat panjang, sementara jangka pendek, perubahan iklim dan air surut," pungkasnya
COMMENTS